Rabu, 30 Juli 2014

Kemacetan jadi Komoditi 'Proyek'

Mengurai  Kemacetan


Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan.

Telah banyak 'tulisan' yang mencoba mengurai permasalahan kemacetan DKI Jakarta dan kota - kota besar lainnya di Indonesia untuk dapat dijadikan 'masukan' kepada Pihak Berwenang, baik Pemerintah Daerah dan atau Pemerintah Pusat.

Begitu banyak solusi yang ditawarkan oleh banyak penulis kepada pemerintah daerah dan atau kepada pemerintah pusat sebagai suatu masukan untuk dapat menyelesaikan permasalahan kemacetan yang utamanya disebabkan oleh Arus Kendaraan yang melewati suatu jalan telah melampaui kapasitas jalan tersebut.

Dan dampak kemacetan juga telah banyak ditulis oleh banyak penulis, bahkan telah banyak dibicarakan oleh banyak orang (dari rakyat biasa sampai dengan para pakar), baik secara informal maupun formal melalui panel-panel diskusi, seminar dan lain lain.

Kemacetan bukanlah masalah pemerintah daerah dan atau pemerintah pusat semata, namun juga merupakan kewajiban seluruh warga masyarakat kota besar yang bersangkutan untuk dapat 'turun tangan' mensupport tertanggulanginya permasalahan kemacetan di kotanya.

Permasalahan kemacetan adalah masalah keberanian dan ketegasan bersikap dari pemerintah (pusat dan atau daerah) dan Warga Masyarakat Kota yang bersangkutan atas 'niat' menyelesaikan permasalahan kemacetan tanpa harus merugikan APBN dan atau APBD.

Tidak ada gunanya Pemerintah Daerah dan atau Pemerintah Pusat membangun infrastuktur untuk mengurai kemacetan tanpa adanya 'turun tangan' nya Warga Masyarakat Kota yang bersangkutan.
Pemerintah selama ini hanya menganggap bahwa kemacetan hanya dapat diselesaikan dengan membangun infrastruktur jalan dan atau mekanisme transportasi publik. Dan ini berarti "Proyek" yang akan menyedot APBN dan atau APBD.

Sedangkan, Warga Masyarakat perkotaan umumnya 'hanya bisa' berteriak - teriak mengeluh soal kemacetan, namun umumnya Mereka tidak menyadari bahwa Hak Kenyamanan Berkendara selalu membawa dampak kepada konsekwensi logis yaitu berupa Pajak Pelayanan Kenyamanan Berkendara. 
Jadi -----
Tidak ada gunanya juga Warga Masyarakat, berteriak - teriak soal dampak kemacetan terhadap diri mereka, jika Warga Masyarakat tidak 'turun tangan' membantu pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah mengatasi kemacetan tersebut.

Cara JITU menyelesaikan Kemacetan adalah penerapan Kebijakan Pajak Kendaraan Bermotor yang tepat guna dan efektif.

Dampak - positif - nya antara lain adalah :
  1. Peningkatan Pendapatan Daerah dari sektor Perpajakan.
  2. Keseimbangan antara Beban Pajak Kendaraan Bermotor dengan Hak Pelayanan Kenyamanan Berkendara. 
  3. Mengefektifkan perlu atau tidaknya proyek pembangunan dan pengadaan infrastruktur Jalan dan Transportasi Publik.
  4. Meningkatkan dan mengefektifkan Layanan Transportasi Publik.
  5. Menghilangkan subsidi BBM.
  6. Menurunkan Tingkat Polusi Udara.
  7. Warga Masyarakat akan berpikir dua kali untuk membeli kendaraan bermotor (baru/bekas), dan akan beralih untuk lebih menggunakan Layanan Transportasi Publik.
Dampak - negatif - nya antara lain adalah :
  1. Menurunnya tingkat penjualan Kendaraan Bermotor - baru / bekas  -.
  2. Menurunnya pendapatan Pajak Impor Kendaraan Bermotor.
  3. Menurunya tingkat penjualan Suku Cadang Kendaraan Bermotor.

Sekarang saatnya :

  • Beranikah Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah memperbaiki kebijakan Pajak Kendaraan Bermotor ??????
  • Beranikah Warga Masyarakat Kota menerima Konsekwensi atas Hak Layanan Kenyamanan Berkendara yang berupa peningkatan Pajak Kendaraan Bermotor ???? 
Silahkan Anda semua yang menilai dan bertindak ............... tanpa itu ........... saya kira Anda tidak perlu mengeluh apalagi berteriak teriak jika tertimpa kemacetan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar